Dalam rangka Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) tahun 2022 pada bulan Mei dan Agustus, Ai Care merangkum pertanyaan-pertanyaan, isu, mitos dan fakta tersering seputar imunisasi yang akan dibahas bersama oleh dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K).
Simak tanya jawab tim Ai Care dengan dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K) berikut ini.
Dok, apakah jika anak tidak diimunisasi lengkap akan rawan tertular penyakit berbahaya dan timbul wabah?
dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A (K):
Imunisasi adalah ikhtiar untuk melindungi diri sendiri dan masyarakat sekitar. Targetnya adalah untuk mencapai herd immunity, yaitu ketika kekebalan dimiliki oleh setidaknya 80% orang dalam kelompok. Jika sudah tercapai 80%, maka diharapkan kelompok tersebut akan melindungi 20% sisanya.
Namun, ada kondisi anak-anak yang tidak dapat divaksinasi, misalnya karena belum jadwalnya, adanya penyakit tertentu seperti leukemia, dan lainnya. Lalu, bagaimana cara melindungi anak dari difteri pertusis? maka lingkungannya harus kebal.
Apakah ada wabah atau tidak dengan tidak adanya vaksinasi? Hal ini tergantung. Bila tidak ada virus yang datang maka tidak terjadi wabah. Namun, saat wabah datang, anak-anak yang tidak diimunisasi yang paling dulu terkena.
Dok, apakah imunisasi justru melemahkan kekebalan tubuh bayi dan anak?
dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A (K):
Tujuan utama pembuatan vaksin adalah karena ingin mendapat kekebalan tetapi tidak mau dapat sakitnya. Karena untuk mendapat kekebalan alami, maka harus sakit dulu. Anak yang diberi vaksin, tubuhnya dilatih, seperti latihan perang-perangan. Tubuh mendapat informasi intelijen soal musuhnya seperti apa.
Jika musuh datang, tubuh sudah memiliki senjata spesifik untuk menyerang. Jadi, anggapan bahwa imunisasi melemahkan kekebalan tubuh, faktanya justru sebaliknya. Vaksinasi memberikan kekebalan pada anak agar siap menghadapi penyakit yang tiba-tiba datang.
Dok, apakah imunisasi tidak ada gunanya, karena setelah imunisasi masih bisa tertular penyakit?
dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A (K):
Perlindungan yang diberikan imunisasi memang tidak 100%. Masih akan terdapat 5-10% orang yang sudah divaksinasi yang terkena penyakit. Hal ini dapat terjadi salah satunya akibat masalah di dalam tubuh yang menyebabkan kekebalan tidak muncul.
Namun, secara statistik, vaksinasi sudah menunjukkan keampuhannya. Misalnya, pada penyakit polio, berdasarkan data statistik sebelum tahun 1960-an, polio banyak terjadi dan membuat anak-anak lumpuh. Setelah vaksin polio ditemukan pada tahun 1960, sekarang tidak ditemukan anak yang sakit poilo. Itulah peran vaksinasi yang dapat menanggulangi penyakit yang ganas.
Dok, apakah imunisasi membuat autis?
dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A (K):
Ini adalah hoaks yang sudah lama muncul. Tahun 1998 ada seorang dokter bedah yang menghubungkan vaksin MMR dengan penyakit autis. Hoaks ini bermotif bisnis, di mana dokter tersebut bekerja sama dengan perusahaan asuransi. Jurnal tempat publikasi hasil penelitiannya pun telah ditarik. Jadi bisa ditegaskan kembali bahwa hal tersebut adalah hoaks.
Dok, apakah banyak balita atau bayi cacat serta meninggal akibat imunisasi?
dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A (K):
Ini jelas berita hoaks bila orang mengatakan vaksin bikin cacat atau meninggal, sama halnya dengan kasus kecerdasan anak yang menurun setelah vaksin.
Bila ada kasus seperti di atas, segera laporkan ke Komnas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) agar dapat diselidiki apakah itu benar atau sebaliknya. Secara mudah, dapat diumpamakan, dari 100 juta yang divaksinasi yang menurun kecerdasannya kok hanya seorang. Kalau vaksin itu membuat kecerdasan menurun, sekurang-kurangnya ada 1000 anak yang mengalami hal itu.
Baca lebih lengkap tanya jawab seputar imunisasi di booklet Ai Care bertajuk Heads Up! Bulan Imunisasi Anak Nasional volume 3, Juli-Agustus 2022.
Klik tautan ini untuk membaca dan mengunduh booklet: Heads Up! Imunisasi Anak.
Baca juga artikel lainnya seputar imunisasi anak bersama dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A (K):
-Kupas Hoaks Vaksin: MMR Tidak Menyebabkan Autisme
- dr Ayu Munawaroh, MKK